Pengendalian intern merupakan salah satu alat bagi manajemen untuk membantu mencapai tujuan organisasi, fungsinya melakukan kontrol. Unsur dalam pengawasan intern terdiri dari pengawasan melekat dan pemeriksa intern, dimana keberadaan pemeriksa intern sebagai pelengkap pengawasan melekat, akan terus berfungsi sebagai alat kendali yang efektif bagi manajemen.
Dalam praktiknya, pemeriksaan intern dapat dilakukan beberapa staf yang dipercaya dan bertanggung jawab pada top manajemen atau dibentuk unit orga-nisasi tersendiri. Pemilihan model tentunya sangat ber-gantung pada sebe-rapa luas kegiatan organisasi yang diawasi.
Sebagai ilus-trasi, Lembaga Tinggi Pemerintah dipimpin Presiden dan dibantu menteri yang memim-pin departemen dan lembaga pemerintah non departemen. Lingkup kegiatan dan operasional yang begitu luas, tentu membutuhkan unit pemeriksa intern guna memeriksa seluruh kegiatan pemerintahan. Hal ini sebagai penjabaran dari seluruh kebijakan yang digariskan untuk memenuhi tanggung jawab sebagai penyelenggara negara.
Apakah pemeriksa intern cukup ditangani beberapa staf atau dikoordinir oleh Menteri Sekretaris Negara atau aparat fungsional (BPKP), tentunya semua bergantung pada masukan apa yang dibutuhkan Presiden dan jajaran pemerintah setiap saat. Disinilah aparat pemeriksa intern benar-benar menjadi alat pemerintah yang tunduk dan bertang-gungjawab kepada Presiden.
Dalam aktivitas Presiden, selaku pemimpin dan penanggung jawab tertinggi pemerintah, wajib mendelelegasikan tugas, wewenang, dan kekuasaannya kepada Menteri-nya. Sementara adanya penga-wasan merupakan konsekuensi logis dari kewajiban adanya delegasi wewenang tersebut.
Maka aparat pemeriksa intern yang berbentuk fungsional, sangat dibutuhkan Presiden. Hal ini untuk memastikan apakah keuangan negara yang dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan telah dipergunakan secara benar. Dengan laporan pemeriksa intern ini perlu mendapat masukan apakah seluruh kebijakan pemerintah dan pembangunan terlaksana dengan efektif. Aparat pemeriksa fungsional yang dapat menjangkau lintas sektoral dan program sangat diperlukan. Informasi dari umpan balik guna penyempurnaan pelaksanaan juga bermanfaat bagi perencanaan periode berikutnya. Tanpa adanya aparat fungsional siapakah yang melakukan pemeriksaan. Dimana fungsi kontrol mengandung unsur pengawasan melekat yang bersifat preventif dan pemeriksa intern bersifat represif, yang saling melengkapi.
Kebutuhan akan informasi dapat dipenuhi jika Pemerintah memiliki aparat pemeriksaan fungsional yang tangguh. Dalam arti dapat diperintah melaksanakan pemeriksaan dan menyediakan informasi yang dibutuhkan. Informasi ini tidak mungkin disediakan oleh BPK, lembaga yang bukan dibawah perintahnya. Informasi yang dihasilkan tidak terbatas pada penggunaan keuangan, tetapi seluruh kegiatan pemerintah yang menyangkut pelayanan masyarakat serta hasil pembangunan. Inilah yang mendorong Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara, dulu dibawah Menkeu, diubah menjadi BPKP dibawah Presiden. Di tingkat pemeriksa intern di departemen dibentuk inspektorat Jenderal.
Pengawas Eksternal
Pengawasan ekternal dilakukan oleh lembaga yang tingkatnya tidak lebih rendah dari lembaga yang diawasi. Unsur dalam pengawasan eksternal terdiri pengawasan melekat yang sifatnya preventif dan pemeriksaan intern yang sifatnya represif.
Dalam praktek kenegaraan di Indonesia, pengawasan melekat berwujud perundang-undangan yang penyusu-nannya menjadi wewenang MPR (UUD), dan Undang-undang, penyusunannya jadi wewenang Pemerintah dan DPR.
Sementara pemeriksaan eksternal atas pertanggungjawaban pemerintah dilakukan oleh dua lembaga. Pertanggung jawaban keuangan, pemeriksaan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan penyelenggaraan pemerintah (politik),pengawasannya dilakukan oleh DPR.
Kedua lembaga ini kedudukannya sama tinggi dengan pemerintah dan bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Selain itu, menjadi alat MPR sebagai penjelmaan dari Kedaulatan Rakyat yang memberikan kekuasaan pada pemerintah untuk penyelenggaraan pemerintahan negara.
Kepala pemerintahnya dipimpin Presiden. Dengan begitu di Indonesia mengenal dua macam pengawasan yaitu lembaga pengawasan intern yang menjadi alat pemerintah dan lembaga pengawas ektern yang menjadi alat MPR, namun kedudukannya sama tinggi dengan lembaga pemerintah.
Tugas dan tanggung jawab pengawasan eksternal dan internal jelas berbeda. BPK memeriksa pelaksanaan pertanggung jawaban keuangan pemerintah. Tugas DPR mengawasi pelaksanaan pertanggungjawaban kegiatan pemerintah, namun keduanya bertanggung jawab kepada MPR.
Sementara tugas BPKP memeriksa pertanggungan jawaban penyelenggara keuangan atas delegasi Presiden. Kegiatanya tidak dibatasi pada pemeriksaan keuangan, tetapi efektifitas kegiatan teknis pemerintahan dan kegiatan pembangunan.
Lalu pertanyaan yang muncul, dapatkah kedua lembaga pengawas itu digabung (Ekternal dan internal)? Hal ini tidak mungkin, jenis informasi yang dibutuhkan berbeda dan lembaga yang membutuhkan intormasi juga berbeda. Alasan lainnya, kedudukan BPK dan DPR sejajar dengan pemerintah. Disitu tidak mungkin pemerintah menugaskan BPK melaksanakan pemeriksaan keuangan badan di bawah pemerintah yang informasinya dibutuhkan pemerintah.
Wacana yang berkembang, ada upaya menghapus BPKP sebagai Aparat Pengawas Fungsional Pemerintah. Sebagai pemeriksa internal, BPKP melengkapi fungsi manajemen pemerintah dan bisa dianggap sebagai information provider. Baik itu menyangkut segi penyelenggaraan keuangan maupun teknis pembangunan, secara sektoral maupun lintas sektoral. Dimana informasi yang diperlukan bukan hanya untuk penyempurnaan pelaksanaan teknis tetapi juga perencanaan pemerintah dalam menghadapi perencanaan periode berikutnya.
Upaya penghapusan BPKP lebih di dorong oleh motivasi adanya tumpang tindihnya pemeriksaan. Yang ada penghapusan BPKP semata-mata bersifat teknis pragmatis bukannya secara filosofi. Jika itu yang menjadi alasan, BPK sebagai Supreme Audit kurang memahami konsep pengawasan. Padahal lembaga pemeriksa intern adalah suatu organisasi pelengkap dari built in control yang ada. Seperti di UU No. 5 Tahun 1973 sebagaimana dimuat dalam penjelasan Umum butir 5 dinyatakan “Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya, BPK memperhatikan dan memanfaatkan hasil pekerjaan aparat pengawas intern pemerintah
Independensi Akuntan Diatur Lebih Spesifik
Pengaturan independensi profesi penunjang pasar modal khususnya akuntan publik-sejak dikeluarkan aturan Bapepam Kep-20/PM/2002 dapat mengurangi perbedaan interprestasi di lapangan. Independensi bagi akuntan memiliki arti bahwa akuntan tidak mudah dipengaruhi, karena ia bekerja untuk kepentingan umum. Dengan demikian ia tidak dibenarkan untuk memihak kepada kepentingan siapapun. Jika tidak demikian, bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimiliki, sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya akan hilang.
Kejelasan sikap independen sesuai pasal 67 UU Pasar Modal, yang berbunyi “Dalam melakukan kegiatan usaha di bidang Pasar Modal, Profesi Penunjang Pasar Modal wajib memberikan pendapat atau penilaian yang independen,” diatur lebih spesifik oleh aturan Bapepam Kep-20/PM/2002. Ketentuan ini ditetapkan Bapepam 12 Nopember lalu.
Menurut Kepala Biro Perundang-undangan dan Bantuan Hukum, Bapepam, Robinson Simbolon, Peraturan pelaksanaan ini merupakan penjabaran dari ketentuan yang telah diatur pada Pasal 67 UU No. 8 yaitu mengenai independensi Profesi Penunjang Pasar Modal. Tujuannya tidak lain untuk semakin meningkatkan kualitas laporan keuangan emiten atau perusahaan publik agar lebih transparan dan akuntabilitasnya terjaga.
Peraturan Bapepam Nomor VIII.A.2 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal pada dasarnya mengatur beberapa hal. antara lain: Pertama, ketika memberikan jasa profesional khususnya dalam memberikan opini atau penilaian, Akuntan Publik wajib senantiasa mempertahankan sikap independen-nya.
Namun untuk batasan sikap tidak independen akuntan, ungkap Simbolon, dapat diketahui apabila dalam periode audit dan selama periode penugasan, apabila akuntan, kantor, maupun orang dalam kantor; mempunyai kepentingan keuangan baik langsung maupun tidak langsung yang material pada klien. Seperti mempunyai hubungan pekerjaan dengan klien; mempunyai hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung yang material dengan klien, atau dengan karyawan kunci yang bekerja pada klien, atau dengan pemegang saham utama klien, memberikan jasa-jasa non audit tertentu kepada klien; atau memberikan jasa atau produk kepada klien dengan dasar fee kontinjen atau komisi, atau menerima fee kontinjen atau komisi dari klien.
Kedua, untuk menjaga sistem pengendalian mutu, Kantor Akuntan Publik wajib mempunyai sistem pengendalian mutu yang mempertimbangkan ukuran dan sifat praktik dari Kantor Akuntan Publik tersebut. Kantor Akuntan Publik hanya dapat memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut, sedangkan untuk Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
Ketiga, Kantor Akuntan Publik hanya dapat memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut, sedangkan untuk Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Kantor Akuntan Publik dan Akuntan dapat memberikan jasa audit kembali untuk klien yang sama setelah 3 (tiga) tahun buku secara berturut-turut tidak mengaudit klien tersebut.
Keempat, Peralihan. Bagi Kantor Akuntan Publik dan Akuntan yang telah memberikan jasa audit selama 5 (lima) tahun dan 3 (tiga) tahun berturut-turut atau lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya atas l aporan keuangan klien, maka pada saat berlakunya peraturan ini hanya dapat melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 (satu) tahun berikutnya. Ketentuan yang terakhir tidak berbeda dengan pengaturan masa audit di KMK No. 423 tentang jasa audit.
Klarifikasi IAI-KAP
Namun pihak IAI-KAP sendiri perlu memperjelas point-point yang dianggap masih remang-remang. Menyikapi hal itu pihak IAI-KAP berkirim surat kepada Ketua Bapepam yang isinya berkaitan dengan konsep tersebut yang memerlukan klarifikasi dengan tujuan untuk memberikan pengertian yang lebih rinci yang kemudian diharapkan dapat mengurangi interpretasi yang terlalu luas dan tidak tepat atas Keputusan tersebut. Seperti pada angka 1 butir a. 2), perlu diperjelas sejauh mana batas waktu tanggung jawab profesional akuntan publik.
Lalu angka 1 butir c, perlu diperjelas lebih rinci berikut batasannya tentang pihak mana saja di dalam suatu Kantor Akuntan Publik yang dianggap dapat mengevaluasi kinerja atau merekomendasikan kompensasi bagi Rekan dalam penugasan audit. Pada Angka 2 butir a. Perlu dijelaskan lebih rinci mengenai pengertian “mempunyai kepentingan keuangan”, definisi dan batasan dari “material” dan pengertian serta bentuk dari “investasi pada Klien”.
Sebagai informasi, US SEC pada tahun 2000 telah mengadopsi revisi penting tentang peraturan Auditor Independen, yang menyebutkan bahwa bentuk investasi yang dilarang sehubungan dengan hal tersebut di atas adalah antara lain sebagai berikut: a. investasi langsung (seperti: saham dan investasi melalui sebuah organisasi seperti klub investasi). B. Investasi tidak langsung (seperti: reksadana).c. Pinjaman yang terbatas dalam bentuk collateral loan, kecuali apabila prosedur dan persyaratan pinjamannya normal. d. Rekening bank di Klien sepanjang saldonya melebihi batas asuransi deposito federal. Dan e. Kartu kredit yang dikeluarkan oleh Klien, dengan catatan saldo yang belum dibayar melebihi dari US$ 10.000 pada tenggang waktu tertentu.
Sementara pada angka 2 butir b. 3). Disebutkan bahwa dalam rangka memelihara sikap independensi selama periode audit serta selama periode penugasan profesionalnya, Akuntan Publik, KAP dan Orang Dalam KAP dilarang mempunyai hubungan pekerjaan dengan Klien, seperti “Mantan Rekan, atau Karyawan Profesional dari Kantor Akuntan Publik yang ikut melaksanakan audit pada Klien, kemudian bekerja pada Klien tersebut sebagai Dewan Komisaris, Direksi, Controller atau orang dengan posisi yang sepadan pada tingkatan Manajemen, kecuali setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak tidak lagi bekerja pada Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan.”
Disamping permohonan klarifikasi atas konsep Keputusan seperti tersebut di atas, IAI-KAP ingin mengusulkan untuk dilakukannya perubahan redaksional atas paragraf 1 Angka 4 Keputusan tersebut, sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut: “Untuk menjaga independensi Akuntan Publik, Kantor Akuntan Publik dalam melakukan penugasan auditnya dibatasi paling lama 5 (lima) tahun periode penugasan audit berturut-turut dengan catatan selama periode tersebut sekurang-kurangnya terjadi pergantian Rekan 1 (satu) kali”.
Berikutnya IAI-KAP juga mengusulkan agar dalam Keputusan Bapepam tersebut di atas ditentukan tanggal diberlakukannya Keputusan tersebut yaitu sejak tanggal diterbitkannya dan berlaku ke depan.