Pertengahan tahun 1995 IOSCO dan IASC mulai melakukan gerakan menyatukan Standar Akuntansi di dunia yang ditandai adanya landmark agreement. Agreement atas digunakan IAS financial statement dalam rangka cross border listing and offerings. Dengan syarat IASC menyelesaikan comprehensive set of core standards yang diminta IOSCO.
Penyatuan itu penting dilakukan mengingat arus investasi dan modal yang mengalir tidak mengenal batas negara, memunculkan tuntutan terhadap keseragaman bahasa dalam penyajian laporan keuangan. Keseragaman bahasa penyajian ini akan memudahkan investor global mencerna makna dari informasi laporan keuangan. Yang akhirnya mampu mendorong arus investasi masuk ke negara yang bersangkutan.
Jika suatu negara mempertahankan standar akuntansi yang jelas berbeda dengan negara lain, maka terjadi kendala besar terhadap kemampuan perusahaan untuk menyajikan infor-masi keuangan yang reliable sebagai pertang-gungjawaban kepada investor, stakeholder, dan tujuan analis.
Sesuai agreement di atas IASC telah menyelesaikan core standards tahun 1998. Di bulan Mei 2000, IOSCO memberikan persetujuan terhadap IASC Standards, yang menjadi milestone dalam globalization of financial reporting. Keja-dian itu semakin mengkristalkan upaya penyatuan standar akuntansi di dunia menuju single worldwide accounting standards. Lalu negara anggota IOSCO mengijinkan emiten multinasional dapat menggunakan IAS dalam penyajian keuangan, (kecuali IAS 26 dan 30 yang mengatur industri khusus, serta IAS 25 yang telah direvisi dengan IAS 40).
Sementara keputusan penting yang diambil di European Union (EU), pada tahun 2002 mengeluarkan ketentuan yang mewajibkan digunakan IAS oleh emiten dalam menyajikan laporan keuangan per 1 Januari 2005. Adanya keputusan di EU-yang sebelumnya terdapat US GAAP, UK GAAP, dan IAS-kini tinggal dua dimana Inggris memutuskan untuk adopsi IAS. Selain IOSCO, pada bulan April 2000, the Basel committee (organisasi internasional dari Bank Sentral) juga membuat keputusan untuk mendukung penerapan IAS oleh perbankan.
Di pertengahan 2001 muncul skandal akuntansi di US, yang semakin mendorong dilakukan penyatuan/penyesuaian dengan IAS yang menganut principle based system. Tahun 2002, FASB melakukan convergence antara US GAAP dan IAS. Agenda dan prioritas kedua standards setter (FASB dan IASB) saling dikaitkan. Kerja sama tersebut dituangkan dalam MoU, guna mengeliminir perbedaan (US GAAP dan IAS) disusun agenda bersama dalam bentuk short term convergence project.
Dalam waktu singkat, project ini dapat mencari solusi terhadap perbedaan yang ada. Pertama, mengeliminir perbedaan yang ada dalam standar akuntansi yang saat ini sedang dalam proses penyempurnaan oleh IASB (dilakukan review oleh FASB). Perbedaan yang muncul mencakup; classification of liabilities on refinancing (draft IAS 1); classification of liabilities on breach of agreement (draft IAS 1); asset exchanges (draft IAS16); vluntary change in accounting policies (draft IAS 8); financial instrument (Improvement to IAS 32 and 39); dan transnational requirement.
Kedua, upaya mengeliminasi perbedaan IAS dengan SFAS ya-ng baru diter-bitkan akhir-akhir ini (direview IASB) yang meliputi; discontinued activities (IAS35 versus SFAS 144); accounting for cost associated with exit or disposal activities (IAS 37 versus SFAS 146); dan government grant (IAS 20 versus SFAS 116). Ke-tiga; upaya mengeliminasi perbedaan IAS dengan USA GAAP yang meli-puti; inven-tories-idle capa-city; accounting policies, changes in accounting es-timates and errors; depre-ciation on assets held for disposed or idle asstes; income taxes-application of temporary difference approach; construction contract; hyperinflationary economy; joint ventures-definition and proportionate consolidation method; interim financial reporting; dan research and development.
Perkembangan yang terjadi Maret 2000, IASC Board menyetujui konstitusi dan struktur baru IASC. Dimana IASB (International Accounting Standards Board) menjadi penyusun standar menggantikan IASC. Ditegaskan standar yang dibuat oleh IASB diberi nama IFRS (International Financial Reporting Standards) menggantikan IAS. Jadi seluruh IAS dan intepretasinya yang telah diterbitkan IASC selama ini masih tetap berlaku, kecuali dilakukan revisi atau ditarik oleh IASB. IFRS sendiri lebih ditegaskan untuk diberlakukan terhadap profit oriented entities, apapun bentuk hukumnya. Namun tidak dirancang untuk organisasi nirlaba maupun sektor publik, meskipun ada kemungkinan layak untuk diterapkan. Selain itu, IFRS akan menyajikan standar dalam black letter yang merupakan fundamental principles, dan gray-letter yang merupakan penjelasan/pedoman yang memiliki bobot sama penting.
Program kerja IASB untuk menyempurnakan IAS antara lain; IAS 1, IAS 2, IAS 8, IAS 10, IAS 16, IAS 17, IAS 21, IAS 24, IAS 27, IAS 28, IAS 33, dan IAS 40. Selain penyempurnaan terhadap IAS tersebut, seperti IAS 32 dan IAS 39 tentang financial instrument, IAS 36 tentang Impairment of Asset dan IAS terkait lainnya sedang dalam pembahasan disamping upaya convergence dengan US GAAP.
Maka atas keputusan IOSCO menyetujui IAS 2000 core standards, gerakan harmonisasi semakin meningkat menjadi gerakan convergence (penyatuan standar). Berbagai pilihan perlakuan akuntansi diberikan dalam IAS untuk menga-komodasi berbagai perbedaan dalam standar akuntansi di berbagai negara anggota. Guna mempersiapkan diri menuju unifikasi standar global maka pilihan tersebut terpaksa dieliminasi. Maka tidak ada kata lain kecuali melakukan convergence menuju standar global. Convergence ini bisa dilakukan oleh masing-masing negara dengan menyesuaikan standar akuntansi nasionalnya atau menerima IAS sebagai national standards. Seperti apa yang dilakukan Singapore dalam due process standar akuntansi, mengangkat IAS menjadi SAS (Singapore Accounting Standards) tanpa melakukan perubahan significant. Jika ada perubahan dinyatakan dalam kata pengantar SAS. Seruan melakukan convergence dimotori IOSCO dan IASB. Upaya convergence yang dilakukan IASB, FASB, serta penyempurnaan IAS, bakal menghasilkan terbitan berbagai revisi terhadap IAS.
Untuk kondisi di Indonesia akan menjadi isu menarik, bagaimana DSAK IAI melakukan convergence terhadap IAS? Apakah pola adaptasi yang diterapkan selama ini dijalankan akan tetap dipertahankan. Mengingat tuntutan kebutuhan akan adanya standar akuntansi yang current dan cost effective (ramah pendanaan)? Wacana tersebut dapat dikaji dan dikembangkan guna mencari solusi yang sesuai dengan kondisi Indonesia dan sekaligus responsif terhadap tuntutan kebutuhan perkembangan global.
Key financial reporting issues yang perlu mendapat perhatian, sesuai dengan hasil rekomendasi AICPA, setelah terjadinya business failures di US. Antara lain. Pertama, liquidity and viability-sebagai akibat kesulitan keuangan yang dihadapi berdampak pada kemampuan perusahaan untuk melanjutkan going concern-nya. Kedua, changes in internal control-berbagai PHK yang terjadi sebagai akibat kesulitan keuangan dapat mengakibatkan lemahnya pengendalian intern dalam sistem pelaporan keuangan. Ketiga, unusual transactions-unusual transactions atau significant adjusment yang terjadi menjelang tanggal neraca perlu diwaspadai.
Keempat, Off-balance sheet arrangement-substansi ekonomi dari transaksi yang bertujuan untuk mengeluarkan assets/liabilities dari neraca perlu dikaji secar mendalam. Kelima, related parties-upaya manajemen mencapai target financial yang ditetapkan dapat meningkatkan risiko dilakukannya transaksi hubungan istimewa yang tidak wajar. Keenam, adequacy of disclosure-disamping mematuhi ketentuan dalam standar, harus pula diperhatikan apakah berbagai risiko penting terkait telah diungkapkan (risk disclosure).
Issues lain yang perlu mendapat perhatian dalam penyajian laporan keuangan adalah complex transactions. Meningkatnya jenis dan kecanggihan transaksi bisnis sebagai akibat kreativitas investment banker/financial adviser, maka telah tumbuh berbagai instrumen keuangan baru dan semakain bervariasinya struktur transaksi keuangan. penerapan substance over from prinsiple perlu kiranya mendapat perhatian dalam mengkaji transaksi tersebut.
Lalu complex accounting standards. Perkembangan dinamika bisnis telah mendorong terciptanya berbagai standar akuntansi yang cukup kompleks. Contoh PSAK 55 (Instrument derivatif dan Lindung Nilai), PSAK 22 (penggabungan usaha), PSAK 48 (penurunan nilai) yang merupakan standar yang cukup kompleks dan harus dipahami secara mendalam. Kompleksitas ini tidak dapat dihindari dan mungkin akan terus meningkat.