Belajar dari praktik rekayasa akuntan publik

Posted on

Ibarat bisul matang yang pecah mengeluarkan darah dan nanah kotor, skandal demi skandal manipulasi laporan keuangan perusahaan raksasa di AS tercetus.

Mulai kasus Enron, Worldcom, Adelphia Communication, Merck sampai Xerox telah mengguncang dunia bisnis di AS dan dunia.

Indeks saham di Wall Street merosot tajam sampai di bawah titik 9000 padahal biasanya mencapai 11.000, sedangkan indeks NASDAQ juga mengalami penurunan terbesar dari biasanya di atas 2.000-an turun mencapai 1.400-an.

Skandal-skandal tersebut bahkan sudah merembet ke politik dengan mengaitkan posisi Presiden AS George W. Bush sebelumnya di perusahaan Harken Energy Corp. dan posisi Wakil Presiden AS Dick Cheney sebelumnya di perusahaan Halliburton Co yang berbasis di Dallas.

Secara ringkas, apa yang terjadi pada prinsipnya adalah usaha untuk melaporkan income dan assets yang lebih tinggi dalam laporan keuangan perusahaan-perusahaan tersebut secara menyimpang dari prinsip akuntansi yang berlaku secara umum (generally accepted accounting principles).

Usaha ini dilakukan antara lain dengan tidak melaporkan kerugian anak perusahaan dalam laporan keuangan konsolidasi, mencatat sebagai assets atau menunda pembebanan pengeluaran yang seharusnya diakui dan dicatat sebagai biaya; mengakui dan mencatat penghasilan yang belum tentu/pasti diperoleh.

Tujuannya agar laporan keuangan yang disampaikan dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik (laba lebih tinggi) sehingga earning per share (EPS) lebih tinggi dan harga saham perusahaan bersangkutan dapat terdongkrak di bursa.

Harga saham di bursa merupakan salah satu ukuran kinerja keberhasilan pengelolaan perusahaan oleh para eksekutif sebagai wujud pertanggung jawaban atas kepercayaan yang diberikan para pemegang saham kepadanya untuk mengelola perusahaan (stewardship). Selain itu, para eksekutif perusahaan yang telah go public atau tercatat di bursa, umumnya memiliki saham perusahaannya sebagai hasil dari pembagian bonus atau penghargaan lain atas kinerjanya di perusahaan tersebut.

Sehingga pada kasus-kasus di atas terdapat juga pola di mana setelah harga saham perusahaan bersangkutan terdongkrak akibat rekayasa laporan keuangan eksekutif bersangkutan segera menjual saham yang dimilikinya dan tidak lama kemudian eksekutif tersebut akan mengundurkan diri dari perusahaan bersangkutan.

Dasar laporan

Dalam akuntansi terdapat prinsip-prinsip yang harus ditaati sebagai dasar penyusunan laporan keuangan yang pada dasarnya adalah suatu pernyataan atas usaha yang dilakukan dan hasil dicapai yang terwujud dalam berbagai posisi keuangan.

Prinsip-prinsip itu antara lain netral, objektif, jujur, hati-hati (konservatif), konsisten, tepat waktu serta pengungkapan secara jelas dan lengkap.

Secara keseluruhan, prinsip ini lebih dikenal dengan istilah generally accepted accounting principles (GAAP) atau di Indonesia menjadi pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Prinsip netral dan objektif mengharuskan penyajian dan pelaporan informasi akuntansi yang tidak memihak, apa adanya tidak condong kepada kepentingan manajemen atau executive maupun pemegang saham atau pihak lain.

Prinsip (konservatif) menghendaki agar dalam menyajikan laporan keuangan, beban dan biaya lebih diutamakan pengungkapannya dibandingkan dengan penghasilan atau assets. Sebagai contoh pencadangan piutang ragu ragu setiap periode yang berarti mengakui adanya kemungkinan piutang tak tertagih sehingga piutang dilaporkan lebih kecil setelah dikurangi cadangan tersebut. Demikian juga penyusutan investasi ataupun pencatatan surat berharga dengan metode lower of cost or market (LCOM).

Demikian juga jika terjadi sesuatu peristiwa contingency seperti adanya perkara pengadilan, dalam laporan keuangan harus diungkapkan adanya perkara tersebut dan kemungkinan beban yang timbul dari perkara tersebut.

Demikian juga pengakuan pendapatan (penghasilan), baru dapat dicatat jika telah terdapat bukti nyata bahwa perusahaan memang berhak kerena telah mendapat dan berusaha untuk itu serta dapat mengukurnya dengan baik dan objektif.

Prinsip pengungkapan (disclosure) mengharapkan pembuat laporan keuangan untuk menyajikan dan melaporkan semua fakta transaksi dan kejadian yang signifikan dapat mempengaruhi hasil usaha atau jalannya operasi perusahaan. Pelaporan dan penyajian laporan keuangan transaksi ekonomi harus dilakukan secara tepat waktu sesuai dengan periode terjadinya dan periode laporan keuangan.

Untuk memastikan bahwa laporan keuangan perusahaan tersebut telah disusun sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum, maka laporan keuangan harus diaudit oleh akuntan publik. Pelaksanaan tugas akuntan publik ini harus mengacu kepada generally accepted auditing standards (GAAS) atau di Indonesia dikenal dengan standar profesional akuntan publik (SPAP) yang mengatur tentang orang yang dapat melakukan tugas audit, independensi, kecermatan dan keseksamaan dalam pekerjaan audit, standar pekerjaan lapangan dan standar mengenai pelaporan hasil audit.

Tidak taat

Apa yang terjadi pada kasus-kasus di atas adalah ketidaktaatan terhadap prinsip akuntansi maupun standard auditing, terutama mengenai independensi seperti diketahui masalah diatas melibatkan firma akuntan publik ternama, yang temasuk jajaran papan atas, the big five; yang tentunya mempunyai akuntan/auditor yang terdidik, terlatih dan sangat pengalaman dalam melakukan audit, sehingga sulit dipahami dan diterima akal sehat jika penyimpangan dari prinsip akuntansi tersebut tidak diketahui.

Hal ini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa dalam kasus Enron, firma akuntan publik yang mengaudit perusahaan tersebut juga sekaligus memberikan jasa sebagai konsultan manajemen keuangan. Tentunya proses audit akan lebih independen jika yang mengaudit tidak ada kaitan dengan objek yang diaudit.

Memang dalam dunia auditing terdapat perbedaan tanggung jawab antara manajemen/ executive di satu pihak dengan auditor/akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut. Isi dan kebenaran dari laporan keuangan adalah tanggung jawab dari manajemen/eksekutif perusahaan yang diaudit.

Makanya dalam setiap kali penugasan audit, akuntan publik akan meminta letter of representative dari manajemen sebagai pernyataan atas kebenaran isi laporan keuangan yang disampaikan. Sedangkan auditor/akuntan publik bertanggung jawab atas pendapat atau opini yang diberikannya terhadap kewajaran laporan keuangan yang disampaikan oleh manajemen.

Opini diberikan oleh akuntan publik harus berdasarkan pada bukti-bukti audit yang diperoleh selama melaksanakan tugas auditnya. Bukti-bukti audit ini harus disusun dan didokumentasikan sedemikian rupa, sehingga jika diperlukan dapat dipakai, bukannya untuk dimusnahkan ketika diperlukan.

Melihat pada kasus-kasus tersebut, membangkitkan kesadaran kita bahwa isu moral dan etika makin krusial dikemukakan dan ditekankan.

Kalau tidak, maka masih akan banyak kasus rekayasa serupa yang akan terjadi, karena praktek bisnis yang dijalankan dengan prinsip win loss solution dengan permaianan zero sum game, yaitu hanya memikirkan keuntungan diri pribadi dan kelompoknya dengan mengorbankan orang lain, masyarakat dan bahkan lingkungan sekitarnya.

Isu ini menjadi penting karena dengan kecanggihan teknologi informasi dan kemajuan ekonomi dewasa ini, suatu transaksi ekonomi dapat direkayasa dengan cara sangat rumit dan kompleks, sehingga perangkat hukum untuk menjaring pelaku dapat menjadi keteteran, apalagi jika ancaman hukumannya ringan.

Hal ini terlihat dari contoh kasus di atas, walaupun sistem dan perangkat hukum di AS sudah sangat mapan, para eksekutif terkait masih bebas berkeliaran.

Bagi kita di Indonesia, kasus-kasus di atas dapat diambil hikmahnya, terutama mengenai isu moral dan etika serta perlunya perangkat hukum yang memadai, karena bukan hanya untuk mencapai kemakmuran mensyaratkan adanya karakter yang baik, tetapi juga untuk segera keluar dari krisis.