Audit Transaksi Derivatif dengan Pengujian Substantif 

Posted on

Asersi laporan keuangan mengenai aktivitas derivatif tidak jauh beda dengan asersi untuk transaksi lain seperti kelengkapan, eksistensi, penilaian, kepemilikan, dan pengungkapan. Namun karena jumlah national atau kontraktual untuk derivatif secara umum tidak diakui di dalam laporan posisi keuangan (merupakan off-balance-sheet item), pendekatan untuk mencapai tujuan audit tentunya dapat berbeda.

Prosedur audit untuk transaksi derivatif pada umumnya bertujuan untuk melakukan pengujian apakah: a) kontrak derivatif telah dijalankan dan diproses sesuai dengan otoritas dari manajemen. b) pendapatan transaksi derivatif, termasuk premi dan diskon, telah dinilai dan dicatat dengan tepat. c) derivatif yang diperlukan sebagai lindung nilai telah memenuhi kriteria untuk akuntansi lindung nilai. d) perubahan dalam nilai pasar derivatif telah diperhitungkan dan diakui dengan tepat sesuai dengan keadaan (baik diterapkan atau tidaknya akuntansi lindung nilai). e) informasi mengenai derivatif dalam laporan keuangan telah lengkap dan telah diklasifikasikan, dideskripsikan, dan diungkapkan dengan benar.

Meski demikian, faktor berikut ini dapat mengidentifikasi risiko audit yang lebih tinggi dari pada risiko normal. Aktivitas derivatif yang mendadak dan berkembang dengan cepat. Penggunaan derivatif yang berlebihan di dalam suatu institusi tanpa adanya personel dengan keahlian di bidang ini. Tingkat fluktuasi yang tinggi suku bunga, kurs valuta, dan faktor lainnya yang mempengaruhi nilai derivatif. Adanya opsi-opsi yang melekat atau ketentuan-ketentuan kontraktual yang komplek. Adanya ketidakpastian terhadap stabilitas keuangan sebuah counterparty. Konsentrasi risiko kredit pada satu counterparty.

Transaksi yang berhubungan dengan derivatif hanya memiliki pasar yang kecil. Transaksi sesekali yang sangat signifikan. Kurangnya partisipasi senior manajemen atau dewan direksi dalam pemberian otoritas untuk aktivitas-aktivitas derivatif yang besar pengaruhnya. Tidak adanya batas-batas yang diotorisasi terhadap aktivitas-aktivitas derivatif atau kepatuhan terhadap batas-batas tersebut. Ketidakberhasilan dalam pembagian kerja yang berkaitan dengan pelaksanaan transaksi-transaksi derivatif pada fungsi akuntansi dan fungsi internal audit. Ketergantungan pada satu individual dalam melakukan aktivitas derivatif. Informasi yang tidak lengkap atau cukup untuk dapat memonitor aktivitas derivatif, termasuk informasi yang tidak cukup atau tidak tepat waktu mengenai nilai derivatif.

Oleh karena itu pengujian substansi sangat diperlukan. Derivatif umumnya merupakan kontrak yang dinegosiasikan antara institusi dengan pihak counterparty-nya. Sebab transaksi semacam ini tidak rutin, pendekatan secara substantif mungkin merupakan cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan audit seperti yang telah direncanakan. Contoh prosedur substansi yang dapat diterapkan secara khusus untuk transaksi derivatif antara lain; kewajaran dalam penerapan akuntansi, pengkajian kontrak, prosedur analitik, dan konfirmasi.

Pengujian lainnya yang dapat dilakukan adalah melakukan tes terhadap ketepatan matematis dari pada pencatatan akuntansi institusi, termasuk amortisasi laba dan rugi yang ditangguhkan pada instrumen keuangan yang diperlukan sebagai alat lindung nilai dan juga pada income yang belum seharusnya diterima/dicatat. Lalu mengkaji pendukung sebuah transaksi yang sudah selesai untuk memastikan apakah transaksi tersebut sudah dicatat secara tepat untuk periode yang bersangkutan. Terus memastikan perhitungan dan rates yang digunakan dalam realisasi laba dan rugi dalam periode yang bersangkutan. Mengkaji ekposur terhadap individual counterparty dan menimbang keperluan untuk mengevaluasi risiko kredit individual serta mengkaji posisi likuiditas secara keseluruhan.

Setelah prosedur tersebut dilakukan baru melakukan audit untuk nilai wajar dan estimasi lainnya yang diperlukan.

Ajak Akuntan Publik Ikuti Standar Internasional
Dihadapan Forum Akuntan Pasar Modal (FAPM), Ketua Bapepam, Herwidayatmo, menghimbau semua pihak untuk konsentrasi melakukan upaya-upaya peningkatan kredibilitas profesi. Hal ini berkaitan dengan imbas dari runtuhnya kepercayaan profesi akibat skandal akuntansi di Amerika Serikat. Meski untuk kondisi di Indonesia kasus serupa belum menyentuh secara langsung dengan industri. Herwidayatmo mengajak semua pihak duduk bersama guna menye-laraskan aturan-aturan dan standar yang berlaku agar sesuai dengan standar internasional. “Jangan sampai saling tuding mencari penyebab kesalahan terhadap profesi ini,” himbau Herwidayatmo dengan santun.

Meski ada diantara anggota profesi yang sempat terjebak dalam pusaran yang begitu inten dan dapat merugikan integritas profesi. Hal ini seharusnya mampu diatasi secara arif dan bijak serta langkah konkrit guna mengembalikan reputasi kehormatan profesi sesuai porsinya. “Inilah yang perlu diperjuangkan bersama, dari pada mengambil langkah yang justru menjauhkan pemulihan integritas profesi,” tegas Herwid.

Semua itu tidak lepas adanya tuntutan terhadap transparansi laporan keuangan-sejak skandal korporasi Enron dan skandal lainnnya-semakin mengkristal. Kasus tersebut semakin mendorong International Federation of Accountant Council (IFAC) meng-ambil langkah yang bijaksana. IFAC tidak melakukan langkah kon-senvatif dengan regulator, namun mengingatkan seluruh pihak yang berkecimpung dalam sistem dan mekanisme pelaporan untuk bergandengan tangan. Langkahnya melakukan aksi koletif untuk mencegah runtuhnya kepercayaan terhadap pasar modal gelombang kedua.

Setelah melakukan himba-uan tersebut, IFAC langsung mela-kukan revisi terhadap International Standards Auditing (ISA). Perubahan strategis lainnya menggali sekaligus menghimbau kesadaran auditor agar lebih pro-aktif dan lebih teliti melaksanakan peran dan fungsi masing-masing. Khususnya dalam mencermati skala audit secara mendalam atas berbagai kemung-kinan penyimpangan yang dilakukan pihak manajemen perusahaan.

Selain itu, IFAC meminta akuntan dan KAP lebih menyem-purnakan lagi Internal Operating Procedure-nya, guna mencegah sedini mungkin atas berbagai potensi penyimpangan yang terkait dengan kecurangan. Karena kema-juan kecurangan saat ini seimbang tingkatannya dengan kemajuan teknologi informasi. Maka auditor dituntut memperkuat kemampuan di bidang teknologi informasi yang terkait dengan kompleksitas kemajuan bisnis. “Inilah yang menuntut perubahan dari waktu ke waktu untuk berdaptasi dengan standar yang berlaku agar sejalan dengan gelombang perubahan,” ungkap Herwidayatmo.

Terlepas dari perubahan para-digma yang terjadi di pasar modal-baik di tingkat internasional maupun nasional-tidak pernah mengurangi urgensi transparansi di pasar modal negara manapun . Justru skandal yang terjadi sebagai faktor pendorong untuk lebih menyempurnakan peraturan VIII.A.1. tuntutan semakin ditegakkan prinsip keterbukaan semakin meng-kristal.

Transparansi dikaitkan lang-sung dengan aspek akuntabilitas, khususnya pada profesi ini yang berada pada posisi strategis dalam proses pemberian informasi kepada pemodal dan masyarakat. Posisi strategis ini satu sisi merupakan kehormatan, sisi lain memberikan tantangan yang tidak sederhana dalam mempertahankan integritas-nya.

Sementara arus investasi global yang semakin mengakar menuntut pelaku pasar, di dalamnya profesional, meng-adopsi dan menerapkan standar kualitas kerja ke standar internasional. Bapepam dari waktu ke waktu terus berupaya menyederhanakan di sektor pengaturan maupun di sektor kualitas kerja kelembagaan yang lebih mendekati dari pengaturan yang tercantum dari salah satu butir terpenting yang dikeluarkan IOSCO. Yaitu objectif and principle securities, bahkan Bapepam telah meminta kepada Bank Dunia untuk mensponsori treatment oleh pihak independen terhadap aturan di Indonesia kesesuaiannya dengan standar internasional. Tidak luput juga termasuk penialian GCG, beserta kualitas pelaporannnya.