Akuntan Publik Waspadai Faktor Pemicu Sengketa

Posted on

Auditor harus mewaspadai faktor pemicu sengketa yang terkait dengan hasil report auditnya. Bukan tidak mungkin profesi kepercayaan yang dekat kemakmuran ini, dimanfaatkan untuk kepentingan terselubung.

Sudah menjadi suatu kewajiban bagi seorang profesional auditor sebelum menerima penugasan audit mengetahui dengan pasti hasil pekerjaannya digunakan untuk kepentingan apa. Kalau saja latar belakang pihak yang akan memanfaatkan hasil auditnya tidak diketahui dengan pasti, besar kemungkinan dimanfaatkan untuk tujuan yang merugikan akuntan sendiri.

Seperti general audit merupakan audit yang ditujukan untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan. Kewajaran yang dimaksud tentunya sesuai standar yang dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia. Namun sesuai standar inilah kadang menyisakan kesenjangan harapan di tengah masyarakat. Masyarakat belum memahami dan mampu membedakan jenis produk jasa akuntan publik.

Antara general audit dan audit investigasi misalnya. Permintaan dalam penugasan jelas general audit, namun harapan si klien arahnya untuk membuktikan kecurangan. Kalau untuk membuktikan ada tidaknya kecurangan atau penyelewengan jelas menggunakan investigasi audit.

Di lain sisi, masih ada akuntan publik yang diminta dalam penugasan melakukan audit khusus justru yang keluar general audit. Audit yang dilakukan salah satu KAP terhadap PT yang mengelola Gedung Mall Taman Anggrek misalnya. Motifnya untuk membuktikan ada tidaknya kecurangan yang dilakukan salah satu owner-nya, namun hasil audit yang keluar justru general audit, bukan audit investigasi yang membuktikan ada tidaknya kecurangan.

Seharusnya auditor yang bersangkutan diawal sudah menyadari kalau memang tidak mampu melakukan, seharusnya penugasan semacam itu tidak diambil. Yang akhirnya hasil laporan audit tidak sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan penugasan atau laporan tidak sesuai dengan standar pelaporan.

Sementara kondisi masyarakat kita yang belum bisa membedakan produk jasa profesional akuntan publik turut andil terhadap kasus pengaduan ke BP2AP. Kalau memang tujuan mengungkap kecurangan, seharusnya diarahkan audit investigasi, bukan general audit. Tentunya dari sisi fee dan resiko audit sendiri jelas beda.

Expectation Gap

Sementara pemicu maraknya kasus pengaduan anggota IAI-KAP kepada BP2AP lebih disebabkan karena masih lebarnya kesenjangan harapan masyarakat terhadap peran profesi akuntan publik.

Ketua BP2AP, Ruddy Koesnadi dalam PPL, “Peradilan Profesi dan Kasus Pengaduan anggota IAI-KAP kepada BP2AP” 19 Desember 2002 lalu menunjukan di negara Eropa Expectation Gap terhadap profesi akuntan publik masih tinggi.

Seperti hasil survey di UK, yang dilakukkan terhadap peran auditor di Eropa menunjukan 75% masyarakat Eropa mempercayai bahwa auditor bertanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan. Sementara 61% masyarakat percaya tugas auditor mencari kecurangan.

Sementara untuk kondisi di Indonesia sangat mungkin lebih besar dari yang terjadi di Eropa, meski belum ada bukti yang nyata. Hal itu ditambah dengan kondisi profesi akuntan publik di Indonesia saat ini baru memasuki masa penegakan disiplin yang diberlakukan awal tahun 2001.

Untuk itu, akuntan publik akan lebih tepat bersikap hati-hati dalam menerima segala macam penugasan audit, karena melihat pemahaman masyarakat terhadap profesi dan jasa yang ditawarkan masih rendah. Selain itu, untuk amannya menjalankan praktik audit harus selalu menerapkan manajemen resiko yang baik.

Ruddy Koesnadi memberikan acuan untuk melakukan assessmen resiko. Diantaranya menilai ekspektasi klien dan pihak yang berkepentingan terhadap laporan hasil audit. Lalu kemana tujuan penggunaan laporan tersebut. Selain itu, penting untuk membatasi tanggung jawab terhadap audit sampai dimana. Sementara, untuk memutuskan menerima penugasan audit tentunya tidak ketinggalan mempertimbangkan skill yang dibutuhkan, serta memahami scope dan surat penugasan audit. Selain melakukan assessmen resiko, akuntan publik harus melakukan monitor penugasan dengan resiko tinggi, membuat kebijakan kantor yang terkait dengan penugasan yang memiliki resiko tinggi, serta sering melakukan konsultasi diantara rekan partner maupun dengan KAP lain.

Sementara, menurut laporan kasus pengaduan yang masuk ke BP2AP oleh masyarakat maupun dari anggota terjadi karena laporan tidak sesuai standar, audit oleh dua KAP yang hasilnya tidak bersesuaian, audit khusus (expecta tion gap, ruang lingkup tidak jelas, dan surat perikatan tidak sesuai stan dar), audit tidak memadai, pernyata an sebagai saksi di pengadilan, surat/pernyataan yang dianggap merugi kan, pembatalan penugasan, dan komunikasi antar auditor.

Fee Review Tidak Memberatkan

Beberapa kali pelaksanaan sosialisasi Review Mutu oleh Dewan Review Mutu IAI-KAP, anggota agak keberatan terhadap fee yang dibebankan. Secara prinsip biaya review mutu sendiri dirancang pengurus IAI-KAP tidak memberatkan anggotanya.

Era pembinaan bagi profesi akuntan publik sudah lewat. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Forum Kantor Akuntan Publik IAI-KAP, Ellya Noorlisyati di sela-sela seminar “Persiapan Pelaksanaan Peer Review dalam Pembahasan Standar Pengendalian Mutu no. 100, 200, dan 300” di Jakarta, 12 Juni lalu.

Saat ini profesi akuntan publik sudah memasuki era penegakkan disiplin etika profesi oleh IAI-KAP maupun Direktorat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai. Untuk menjembatani peralihan, upaya yang dilakukan pengurus cukup menyita waktu. Mulai mempersiapkan standar pengendalian mutu (SPM no. 100, 200 dan 300), prosedur dan operasional review mutu agar bisa berjalan lancar.

Apa yang dilakukan semangatnya adalah perbaikan kualitas akuntan. Dalam rangka sosialisasi, Forkap mengundang seluruh rekan Partner untuk memberikan masukan demi sukses dan berkualitasnya review mutu. Sosialisasi di lakukan di empat kota besar Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan. “IAI-KAP betul-betul berinisiatif menjembatani peralihan dengan voluntary review,” kata Ellya.

Sementara Ketua Dewan Review Mutu, IAI-KAP, Tb. Ch. Amachi Zandjani menilai sambutan anggota cukup bagus terhadap program review mutu yang bakal dilaksanakan Juli mendatang. Salah satu akuntan yang baru dua tahun membuka KAP dan memiliki empat klien dan tidak mau disebut namanya mengatakan siap menerima program review mutu. “Pasalnya program itu tujuannya bagus untuk meningkatkan kualitas pekerjaan kita,” katanya.

Ditengah sosialisasi review mutu diakui Amachi banyak KAP lemah dalam menerapkan sistem pengendalian mutunya. “Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik banyak yang belum memadai,” tegasnya.

Agung Nugroho mempertegas dalam prakteknya akuntan publik banyak yang menerapkan sistem pengendalian mutu secara otodidak. Meski di SPAP sudah jelas, kadang akuntan lalai melaksanakan karena dianggap sudah melekat dalam dirinya. Yang akhirnya mengabaikan pendokumentasian sistem pengendalian mutu dengan baik. Mungkin akibat lalai atau tidak disiplin mendokumentasikan pengendalian mutu masing-masing, menjelang program review mutu diterapkan banyak anggota yang ragu terhadap pengendalian mutunya sendiri. Minimal spirit adanya review mutu, sistem pengendalian mutu KAP terdokumentasi dengan baik.

Melihat kondisi di lapangan terhadap niat mendokumentasi hasil pekerjaan akuntan publik ada sebagian yang menerapkan standar ganda. Hal itu terungkap dalam sosialisasi program review mutu. Di satu sisi akuntan publik kalau masuk penugasan di sebuah perusahaan menghendaki semua dokumentasi transaksi dan aktivitas/kegiatan bisnis klien harus lengkap. Giliran dokumentasi hasil pekerjaannya diperiksa menunjukan tidak lengkap. Sebagai profesi yang memiliki hak mengatur diri sendiri, sekecil apa pun sebuah KAP—dokumentasi yang terkait dengan hasil pekerjaannya wajib dilakukan. Kenyataannya hal itu diakui Agung Nugroho kadang sulit dilakukan oleh akuntan publik.

Masalah lain yang muncul terhadap pelaksanaan program review mutu oleh DRM, di kalangan anggota terkesan akan ada tambahan ektra fee yang harus dibayar oleh anggota terhadap pelaksanaan review mutu. Banyak anggota yang mempermasalahkan keberatannya membayar fee, alasannya karena fee yang diterima dari kliennya kecil atau ruang lingkup praktek KAP-nya kecil. Menanggapi hal itu dengan nada setengah humor Agung Nugroho mengatakan, “Akuntan ketika pelajaran menghitung menambah, mengali, mengurang dia masuk. Namun ketika bagian pelajaran membagi sang akuntan banyak yang tidak masuk.”

Lepas dari itu tujuan dilakukan review mutu bukan untuk mengumpulkan dana dari anggota namun lebih penting dari itu demi perbaikan kualitas pekerjaan akuntan dan kantor akuntan publik. Dari beberapa sosialisasi program review mutu oleh Forkap terungkap bahwa permasalahan pembebanan biaya yang ditanggung anggota menjadi masalah serius. Bagaimana kalau KAP hanya mampu membayar kecil, review mutunya asal-asalan. Ini yang banyak dikhawatirkan anggota.

Program review mutu ditegaskan Ellya kepada seluruh anggota tidak membedakan KAP yang mampu membayar atau tidak semua mendapat perlakuan yang sama. “Secara prinsip fee review diusahakan tidak memberatkan KAP,” jelas Ellya. Beban review mutu oleh DRM yang akan ditanggung IAI-KAP, tentunya berdasarkan survei luas sempitnya dan besar kecilnya klein KAP yang bersangkutan.

Ketua Forkap memberikan solusi terhadap anggota yang menghadapi masalah beban fee yang harus ditanggung. Jika betul-betul mengalami kesulitan pembayaran fee, anggota bisa bernegosiasi dengan bendahara IAI-KAP dimana masalah keberatan tersebut bisa diselesaikan bersama. Perlu diketahui Dewan Review Mutu IAI-KAP merupakan lembaga yang bukan ditujuk sebagai profit center, karena bisa mengganggu independensi pekerjaannya.

Pelaksaan program review mutu akan berlangsung untuk tahun buku 2001 dan berorentasi pada perbaikan mutu KAP yang bersangkutan. Namun tidak tertutup kemungkinan review mutu juga berlaku untuk laporan tahun buku untuk tahun sebelumnya, jika ditemukan adanya kejanggal-kejanggalan. “Tidak tertutup kemungkinan kita akan melakukan review untuk tahun buku 2000 atau 1999,” ungkap Amachi. Tahun pertama pelaksanaan program review mutu ini bisa dikatakan tahun review percobaan.

Namun demikian pelaksanaan review mutu akuntan publik dan kantor akuntan publik di kemudian hari tidak tertutup kemungkian timbul masalah. Masalah itu bisa saja timbul antara pihak yang mereview (DRM) dan pihak yang di review (anggota dan KAP). Agung Nugroho menjelaskan jika terjadi masalah dengan review dan pihak yang di review, pengurus IAI-KAP membentuk komite Ad hoc sebagai penengah masalah tersebut